Masalah itu mendewasakan

 

Dear Problem, be a close friend yah 🙂

 

Semakin dewasa ternyata permasalahan hidup yang dihadapi semakin kompleks.

 

Itu adalah kesimpulan yang saya tarik dari hasil perbincangan dengan salah satu sahabat saya di telepon siang tadi. Di tengah-tengah setrikaan yang menumpuk, saya sempatkan berbincang-bincang dengan sahabat saya yang tinggal di seberang pulau itu.

 

Kami bercerita banyak hal mulai dari masalah kerja, keluarga, dan tak luput pula masalah asmara. Bermula dari pekerjaan, teman saya berkisah tentang pekerjaannya yang begitu dia cintai atau entah sengaja larut dalam pekerjaan tersebut sampai-sampai dia lupa dengan dirinya sendiri, dengan kesehatannya, dengan kehidupan pribadinya. Teman saya ini adalah tipe orang yang pekerja keras. Dia itu bisa dibilang wanita super yang terlalu mandiri untuk ukuran wanita! Salute for her!

 

Puas bercerita mengenai pekerjaan kami beranjak ke masalah keluarga. Dari perbincangan siang tadi saya ketahui kalau ternyata dia sedang memiliki masalah dengan Bapaknya. Saya tidak bisa menjelaskan disini masalah keluarganya karena itu privat. Satu hal yang saya pelajari bagaimana keluarga membentuk karakter dan cara dia bersikap. Disini kami memiliki perbedaan dalam menyikapi permasalahan yang terkait dengan keluarga.

 

Setelah puas bertukar cerita tentang keluarga, kami bercerita tentang asmara. Mmm.. tidak akan pernah habis bahasan jika membahas masalah ini. Ketika bercerita tentang wilayah ini, saya yang lebih aktif bercerita :D. Dari perbincangan tadi, sahabat saya memberikan banyak wejangan. Salah satu wejangannya seperti ini:

 

Berpikiran positif itu wajib, tapi berpikiran negative itu perlu!

 

Bagaimana menurut teman-teman? 😀

 

Terus hubungan dengan quote pertama apa, Ndah?

 

Jadi begini. Dari perbincangan kami tadi, dari masalah kerja, yang inti dari kita bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, konflik-konflik keluarga, dan berakhir di asmara, saya menyadari kalau semakin bertambahnya usia, maka permasalahan hidup yang kita alami itu akan semakin kompleks. Ketika masih kecil, kita mungkin belum dibebani dengan beban-beban hidup yang berat, dan kehidupan kita pun diwarnai dengan banyak keceriaan, main, senang-senang, tertawa sana sini. Yah meskipun ada sebagian kecil anak-anak yang tidak bisa menikmati indahnya masa kecil mereka, tapi mereka tetaplah anak-anak yang penuh canda tawa *mungkin saya termasuk satu dari sekian anak-anak itu*.

 

Beranjak besar maka kita akan dikenalkan dengan permasalahan-permasalahan hidup yang sedikit demi sedikit bermunculan. Pun begitu ketika dewasa, ketika kita telah menyadari apa harfiah dari hidup itu sendiri. Ketika permasalahan-permasalahan yang semakin besar bermunculan, yang semuanya meminta kedewasaan bagi kita untuk menyikapinya. Baik itu masalah keluarga, pekerjaan, teman-teman, bahkan pacar. Semuanya bisa menjadi sumber masalah yang menyita konsentrasi kita.

 

Beranjak ketika ingin masuk ke dunia pernikahan. Dunia dimana kata tetua, adalah potret kehidupan sebenarnya. Pasti permasalahan yang timbul akan semakin kompleks. Mengingat pernikahan bukan hanya kita dan pasangan saja yang menikah, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar. Apalagi dua keluarga dengan kebudayaan yang berbeda pula. Belum lagi bicara financial dan kehidupan pasca menikah nantinya. Nah, gimana ga makin kompleks tuh ? 😀

 

Terus inti dari tulisanmu apa, Ndah?
Yang namanya hidup itu pasti tidak akan pernah lepas dari masalah. Mungkin hanya kematian yang mampu menghindarkan kita dari masalah. Tapi satu hal yang harus kita pahami bahwa masalah itu ada untuk mendewasakan kita.

 

Dan pada akhirnya, semua masalah itu berakhir.
Seperti angin, hadirnya untuk menyejukan kita.
Mendewasakan dan meningkatkan derajat kita di mataNYA.